BERITA TERBARU HARI INI – Memahami Delayed Grief, Proses Duka Cita yang Membutuhkan Waktu untuk Merasakannya. Selama ini kita selalu mengasumsikan bahwa saat seseorang kehilangan orang yang dicintainya, kesedihan yang akan dirasakannya atas kehilangan tersebut akan segera datang. Dalam kebanyakan film, misalnya, karakternya biasanya mendengar berita tersebut dan langsung merasa sedih dan menangis karenanya.
Walaupun demikian, sebenarnya rasa kedukaan terkadang sulit diprediksi. Ada beberapa orang yang mungkin langsung merasakan hal tersebut. Namun, tidak sedikit yang merasakannya lebih lama daripada orang lain.
Terkadang, seseorang mungkin tampak tidak berduka sama sekali setelah kehilangan yang langsung dialami. Namun, orang tersebut mungkin tidak dapat memproses reaksinya sepenuhnya karena:
- Merasa terkejut
- Mengalami pikiran yang “sibuk”
- Menjadi kewalahan
Anda mungkin tidak langsung menunjukkan gejala kesedihan yang biasa, tetapi kemudian — dan terkadang, bahkan jauh lebih lambat. Ini dikenal sebagai delayed grief atau kesedihan yang tertunda.
Melansir dari Psych Central, Rabu (10/10/2024), kenali lebih lengkap seputar delayed grief dalam membantu Anda memproses kehilangan. Berbeda dengan anticipatory grief, delayed grief adalah reaksi terhadap kehilangan yang seringkali dialami berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah kejadian tersebut terjadi.
“Kesedihan tidak terjadi dalam urutan yang baku,” jelas Dr. Bryan Bruno, psikiater dan direktur medis di MidCity TMS di New York City. “Kesedihan bukanlah proses yang linier.”
Delayed grief dapat memengaruhi semua orang. Termasuk mereka yang tampaknya tidak berduka pada awalnya setelah kehilangan, serta orang-orang yang mulai berduka setelah kehilangan tetapi mengira mereka mulai pulih. Tentunya hal tersebut juga berkaitan dengan kesehatan mental seseorang.
“Meskipun waktu telah berlalu sejak kehilangan, kesedihan masih dapat memengaruhi Anda seolah-olah itu terjadi kemarin,” jelas Bruno.
Apa yang Menyebabkan Delayed Grief?
“Delayed grief disebabkan oleh ketidakmampuan individu untuk memproses guncangan kehilangan pada saat itu terjadi,” jelas Bruno.
Beberapa penyebab dari adanya kondisi ini antara lain:
1. Kewajiban dan ‘kesibukan’ setelah kehilangan
Hal ini seringkali disebabkan oleh kewajiban sosial atau profesional pada saat kehilangan, yang dapat memaksa Anda menahan emosi agar berfungsi dan “melewatinya” begitu saja.
“Delayed grief seringkali terjadi setelah kesibukan dan tanggung jawab anggota keluarga yang masih hidup melambat,” jelas Smith.
Misalnya, seseorang mungkin tidak dapat memproses kehilangan pasangan atau orang tua mereka pada awalnya karena mereka sibuk mengurus pemakaman atau merasa cemas karena tekanan keuangan yang tiba-tiba.
Tubuh Anda memiliki waktu dan ruang untuk merasakan kesedihan dan seringkali muncul saat Anda memiliki waktu, ketenangan, dan ruang untuk menghadapi kehilangan dan perasaan yang telah Anda tekan.
“Delayed grief adalah tubuh Anda yang akhirnya memproses emosi yang perlu Anda ekspresikan,” jelas Bruno. “Tubuh akhirnya merasa cukup aman untuk mengalami dan merasakan emosi ini sepenuhnya.”
2. Tubuh Anda punya waktu dan ruang
Delayed grief seringkali muncul saat Anda punya waktu, ketenangan, dan ruang untuk menghadapi kehilangan dan perasaan yang selama ini Anda pendam.
“Delayed grief adalah saat tubuh Anda akhirnya memproses emosi yang selama ini ingin Anda ekspresikan,” jelas Bruno. “Tubuh akhirnya merasa cukup aman untuk mengalami dan merasakan emosi ini sepenuhnya.”
3. Pengingat tiba-tiba akan kehilangan
Delayed grief juga dapat dipicu oleh pengingat tiba-tiba akan kehilangan, yang menyebabkan perasaan itu muncul kembali.
Misalnya, para peneliti memperkirakan bahwa pandemi dapat menyebabkan banyak orang mengalami delayed grief karena mereka tidak dapat berada di dekat kematian orang yang mereka cintai atau mengadakan pemakaman segera.
Gejala-gejala Delayed Grief
Seperti halnya kesedihan pada umumnya, delayed grief merupakan reaksi yang kuat dan beragam, bukan reaksi tunggal. Jadi, kesedihan ini tidak memengaruhi semua orang dengan cara yang persis sama.
Bruno menjelaskan, “Delayed grief merupakan reaksi terhadap emosi yang belum terproses, stres tersebut dapat muncul dengan cara yang berbeda.”
Untuk mengetahui apakah Anda atau orang terdekat mengalami delayed grief, berikut adalah beberapa gejala yang mungkin dirasakan. Semuanya meliputi gejala emosional dan fisik, termasuk:
- Ingatan berulang tentang kehilangan
- Sering bermimpi dan mimpi buruk tentang orang tersebut
- Sulit tidur
- Perasaan sedih yang kuat
- Perasaan rindu
- Kesepian
- Kemarahan, yang sering kali mudah dipicu
- Tingkat energi rendah
- Kelelahan
- Kesulitan berkonsentrasi
- Rasa sakit dan nyeri
- Kecemasan
- Perubahan suasana hati
- Perubahan nafsu makan
- Perasaan apatis
Tips Mengatasi Delayed Grief yang Bisa Dilakukan
Dalam banyak hal, mengatasi delayed grief mirip dengan mengatasi bentuk kesedihan lainnya — Anda hanya belajar mengelola perasaan tersebut di kemudian hari. Cara-cara yang bisa dilakukan seperti:
1. Nikmati kesedihan itu
Menurut Bruno, memberi diri Anda waktu untuk merasakan apa yang Anda rasakan mungkin merupakan hal terbaik yang dapat Anda lakukan.
“Tidak ada batas waktu yang harus diikuti atau tenggat waktu untuk ‘melupakannya’,” kata Bruno. “Memberi diri Anda waktu dan ruang untuk mengalami emosi ini adalah cara terbaik untuk mulai pulih dari kehilangan.”
Anda mungkin juga ingin mempertimbangkan untuk menunda keputusan hidup yang besar saat Anda menghadapi perasaan kehilangan, seperti:
- Pindah
- Ganti pekerjaan
- Memiliki anak lagi
Ingatlah bahwa perasaan Anda mungkin datang secara bergelombang. Hanya karena Anda merasa lebih baik sebentar, lalu lebih buruk, bukan berarti ada yang salah. Itu hanya sifat dari bagaimana kesedihan dapat memengaruhi orang.
2. Melakukan terapi
Jika Anda terus ditantang oleh perasaan duka, Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk menghubungi terapis atau profesional kesehatan mental lainnya.
“Jika suasana hati Anda terus-menerus terganggu selama 2 minggu atau lebih, Anda mungkin mengalami depresi,” kata Bruno. Atau Anda mungkin mengalami gangguan duka yang berkepanjangan.
Seorang terapis dapat membantu Anda menentukan apakah Anda dapat memperoleh manfaat dari perawatan tambahan, seperti psikoterapi individual atau pengobatan.
3. Memiliki rutinitas perawatan diri
Berusaha untuk bersikap baik dan sabar terhadap diri sendiri serta melakukan yang terbaik untuk menjaga kesehatan saat Anda berduka dapat menjadi langkah penting dalam perjalanan Anda menuju penyembuhan.
Pertimbangkan untuk membangun rutinitas perawatan diri dalam keseharian saat mengatasi perasaan tersebut.
4. Mencari dukungan dari orang lain
Ingatlah bahwa tidak apa-apa untuk memikirkan dan membicarakan orang yang Anda kehilangan. Beberapa orang mungkin juga merasa terbantu untuk:
- Berhubungan dengan teman dan keluarga yang mengalami kehilangan
- Memulai jurnal kesedihan
- Bergabung dengan support system yang mengalami hal yang sama
“Dengan klien saya yang mengalami delayed grief, saya sering mendorong mereka untuk mengingat cerita, pengalaman, makanan, dan musik yang mereka miliki atau nikmati bersama almarhum sebagai cara untuk menghormati kenangan mereka dan meningkatkan emosi positif,” kata Smith.