BERITA TERBARU HARI INI – Peringati 28 Tahun Peristiwa Kudatuli, PDIP Gelar Pertunjukan Wayang dengan Lakon Sumatri Ngenger. Memperingati 28 tahun peristiwa Kudatuli, DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar acara wayangan dengan lakon ‘Sumatri Ngenger’ pada Sabtu (3/8/2024) malam.
Berlokasi di Halaman Masjid At Taufiq, depan Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pertunjukan wayang ini dihadiri oleh ratusan masyarakat sekitar. Bertindak sebagai dalang dalam pertunjukan wayang ini yakni Ki Warseno Slank.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto tampak hadir langsung dalam acara tersebut. Turut mendampaingi, diantaranya Ketua DPP PDIP Rano Karno, Ketua DPP PDIP Nusyirwan Soejono, Wakil Bendahara Umum PDIP Yuke Yurike.
Hadir pula senior Partai, Emir Moeis serta Dubes Republik Indonesia untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi.
Ketua Umum DPP PDIP Prof Dr. (H.C) Megawati Soekarnoputri pun menyaksikan pertunjukan wayang melalui daring.
Ratusan masyarakat sekitar Lenteng Agung pun juga begitu antusias ingin menyaksikan gelaran wayangan tersebut. Mulai dari bapak, ibu dan anak-anak tampak antusias memenuhi bangku pengunjung. Acara dibuka dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya.
Dalam sambutan pembuka, Hasto menyampaikan salam dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri kepada seluruh masyarakat yang hadir dalam acara wayangan tersebut.
Dia juga mengingatkan, peristiwa Kudatuli dapat dipahami untuk terus menggelorakan suatu semangat juang bagaimana keyakinan dalam politik, yang diajarkan oleh Bung Karno, serta dukungan kekuatan arus bawah, akhirnya bisa menghadapi pemerintahan yang otoriter Orde Baru.
“(Kudatuli) menjadi tonggak yang sangat penting bagi reformasi di Republik ini,” kata Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini mengungkapkan, bahwa peringatan 27 Juli ini rangkaiannya sangat lengkap.
Setia pada Konstitusi
Meski pun digelar sama dengan 9 tahun yang lalu yang dirayakan terus-menerus di kantor DPP PDI Perjuangan yang baru di Jalan Diponegoro.
“Meskipun gedungnya baru, tetapi semangat perjuangan untuk setia pada konstitusi, pada demokrasi, pada ajaran-ajaran Bung Karno tidak akan pernah berubah,” ujar Hasto.
“Justru ketika serangan yang otoriter ditujukan kepada kita, semangat perjuangan kita itu terus menyala-nyala,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Hasto juga menceritakan, keinginan pementasan wayang ini lantaran mendapatkan pesan dari seorang Kiai dari Sragen yang biasa diaapa Abah, melalui Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Hasto menuturkan, Abah mendoakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri agar terus diberikan kekuatan dan mengawal kebenaran melalui jalan demokrasi dan konstitusi.
“Maka kemudian disitulah kami membahas tentang pentingnya wayang dalam rangka (memperingati peristiwa) 27 Juli. Kebetulan pesantren beliau ulang tahunnya itu pas 27 Juli. Jadi K.H Syarif Hidayatullah,” kata Hasto meminta warga yang hadir untuk memberikan tepuk tangan.
Sosok Punakawan di Pewayangan
Dia pun teringat akan sosok Punakawan di pewayangan, salah satunya Semar yang terus memberikan pertolongan nasihat-nasihat terhadap para kesatria.
“Maka Abah ini juga memberikan suatu pertolongan dengan tulus, ojo khawatir, beliau selalu menyampaikan pesannya kepada saya. Dan beliaulah yang kemudian menelpon Ki Warseno Slank ini agar malam ini mempersembahkan suatu lakon yang namanya ‘Sumatri Ngenger’. Ngenger ini artinya mengabdi,” cerita Hasto.
Dalam sambutannya, Hasto juga teringat akan kisah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV, di mana di masa kepemimpinannya, Keraton Mangkunegara mencapai zaman keemasan.
“Karena apa? Karena peradaban dibangun dengan karya sastra yang luar biasa, salah satunya adalah Ketawang Puspowarno. Inilah yang kemudian oleh Bung Karno, Ketawang Puspowarno ini gending-nya direkam di piringan emas yang kemudian dikirim ke angkasa luar. Karena Bung Karno sangat pecaya bahwa seni kebudayaan Nusantara khususnya melalui gamelan ini merupakan suatu karya yang luar biasa,” tutur Politisi Asal Yogyakarta ini.
Selain Ketawang Puspowarno, Hasto menceritakan karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV yang juga penting dan malam ini salah satu ceritanya akan ditampilkan yaitu tentang Tripama.
“Di dalamnya menceritakan tentang tiga kesatria yang masing-masing punya karakter sendiri-sendiri. Karena wayang adalah ritual kehidupan,” tutur Hasto.